"SURAT DARI PEJUANG HAMAS UNTUK MUSLIM INDONESIA"
![]() |
Pejuang Hamas |
Mengapa saya memilih mengirim
Surat ini untuk kalian di Indonesia? Namun jika kalian tetap bertanya kepadaku, Mungkin satu-satunya jawaban yang
saya miliki adalah karena negeri kalian berpenduduk muslim terbanyak di atas
bumi ini, bukan demikian saudaraku?
Saat saya menunaikan ibadah haji beberapa tahun silam, ketika pulang dari
melempar jumrah, saya sempat berkenalan dengan salah seorang aktivis dakwah
dari jama’ah haji asal Indonesia.
Dia mengatakan kepadaku, setiap tahun musim
haji ada sekitar 205 ribu jama’ah haji berasal dari Indonesia datang ke
Baitullah ini. Wah, sungguh jumlah angka yang sangat fantastis dan membuat saya
berdecak kagum.
Lalu saya mengatakan kepadanya. saudaraku, jika jumlah jama’ah haji asal Gaza
sejak tahun 1987 sampai sekarang digabung, itu belum bisa menyamai jumlah
jama’ah haji dari negara kalian dalam satu musim haji saja. Padahal jarak
tempat kami ke Baitullah lebih dekat dibanding kalian. Wah pasti uang kalian
sangat banyak, apalagi menurut sahabatku itu ada 5% dari rombongan tersebut yang menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya, Subhanallah.
Wahai saudaraku di Indonesia..
Pernah saya berkhayal dalam hati, kenapa kami tidak dilahirkan di negeri kalian
saja. Pasti sangat indah dan mengagumkan. Negeri kalian aman, kaya, dan subur,
setidaknya itu yang saya ketahui tentang negeri kalian. Pasti ibu-ibu disana amat mudah menyusui bayi-bayinya, susu formula bayi
pasti dengan mudah kalian dapatkan di toko-toko dan para wanita hamil kalian
mungkin dengan mudah bersalin di rumah sakit yang mereka inginkan.
Ini yang membuatku iri kepadamu saudaraku, tidak seperti di negeri kami ini.
Tidak jarang tentara Israel menahan mobil ambulance yang akan mengantarkan
istri kami melahirkan di rumah sakit yang lebih lengkap alatnya di daerah
Rafah. Sehingga istri kami terpaksa melahirkan di atas mobil, saudaraku.!
Susu formula bayi adalah barang langka di Gaza sejak kami diblokade 2 tahun
yang lalu, namun istri kami tetap menyusui bayi-bayinya dan menyapihnya hingga
2 tahun lamanya, walau terkadang untuk memperlancar Asi mereka, istri kami rela
minum air rendaman gandum.
Namun, mengapa di negeri kalian katanya tidak sedikit kasus pembuangan bayi
yang tidak jelas
siapa ayah dan ibunya. Terkadang ditemukan mati di parit-parit, selokan, dan
tempat sampah. Itu yang kami dapat dari informasi di televisi.
Dan yang membuat saya terkejut dan merinding, ternyata negeri kalian adalah
negeri yang tertinggi kasus aborsinya untuk wilayah Asia. Astaghfirullah. Ada
apa dengan kalian? Apakah karena di negeri kalian tidak ada konflik bersenjata
seperti kami disini, sehingga orang bisa melakukan hal hina seperti itu?
Sepertinya kalian belum menghargai arti sebuah nyawa. Memang hampir setiap
hari di Gaza sejak penyerangan Israel, kami menyaksikan bayi-bayi kami mati.
Namun, bukanlah di selokan-selokan atau got-got apalagi di tempat sampah.
![]() |
Anak-anak Palestina |
Mereka mati syahid saudaraku! Mati syahid karena serangan roket Israel.! Kami temukan mereka tak bernyawa lagi di pangkuan ibunya, di bawah
puing-puing bangunan rumah kami yang hancur oleh serangan Zionis Israel.
Saudaraku, bagi kami nilai seorang bayi adalah aset perjuangan kami terhadap
penjajah Yahudi.
Mereka adalah mata rantai yang akan menyambung perjuangan kami memerdekakan
negeri ini.
Perlu kalian ketahui, sejak serangan Israel tanggal 27 Desember 2009 kemarin,
saudara-saudara kami yang syahid sampai 1400 orang, 600 di antaranya adalah
anak-anak kami, namun sejak penyerangan itu pula sampai hari ini, kami menyambut lahirnya 3000 bayi baru di jalur Gaza, dan Subhanallah kebanyakan mereka adalah
anak laki-laki dan banyak yang kembar, Allahu Akbar!
Wahai saudaraku di Indonesia, Negeri kalian subur dan makmur, tanaman apa saja yang kalian tanam akan tumbuh
dan berbuah, namun kenapa di negeri kalian masih ada bayi yang kekurangan gizi,
menderita busung lapar. Apa karena sulit mencari rizki disana? Apa negeri
kalian diblokade juga?
Perlu kalian ketahui saudaraku, tidak ada satupun bayi di Gaza yang
menderita kekurangan gizi, apalagi sampai mati kelaparan, walau sudah lama kami
diblokade. Sungguh kalian terlalu manja! Saya adalah pegawai tata usaha di
kantor pemerintahan HAMAS sudah 7 bulan ini belum menerima gaji bulanan saya.
Tetapi Allah SWT yang akan mencukupkan rizki untuk kami.
Perlu kalian ketahui pula, bulan ini saja ada sekitar 300 pasang pemuda baru
saja melangsungkan pernikahan. Ya, mereka menikah di sela-sela serangan agresi Israel. Mereka
mengucapkan akad nikah diantara bunyi letupan bom dan peluru, saudaraku.
Dan Perdana Menteri kami, Ustad Isma’il Haniya memberikan santunan awal
pernikahan bagi semua keluarga baru tersebut.
Wahai saudaraku di Indonesia..
Terkadang saya pun iri, seandainya saya bisa merasakan pengajian atau halaqah
pembinaan di negeri antum (anda). Seperti yang diceritakan teman saya, program
pengajian kalian pasti bagus, banyak kitab mungkin yang kalian yang telah baca.
Dan banyak buku-buku pasti sudah kalian baca. Kalian pun bersemangat kan? Itu
karena kalian punya waktu.
Kami tidak memiliki waktu yang banyak disini. Satu jam, ya satu jam itu adalah
waktu yang dipatok untuk kami disini untuk halaqah. Setelah itu kami harus
terjun ke lapangan jihad, sesuai dengan tugas yang diberikan kepada kami.
Kami disini sangat menanti-nantikan saat halaqah tersebut walau hanya satu
jam. Tentu kalian lebih bersyukur. Kalian punya waktu untuk menegakkan
rukun-rukun halaqah, seperti ta’aruf, tafahum, dan takaful disana.
Hafalan antum pasti lebih banyak daripada kami. Semua pegawai dan pejuang
HAMAS disini wajib menghapal Surah Al-Anfal sebagai nyanyian perang kami, saya menghafal di
sela-sela waktu
istirahat perang, bagaimana dengan kalian?
Akhir Desember kemarin, saya menghadiri acara wisuda penamatan hafalan 30
Juz anakku yang
pertama. Ia merupakan diantara 1000 anak yang tahun ini menghafal Al-Qur’an dan
umurnya baru 10
tahun.
Saya yakin anak-anak kalian jauh lebih cepat menghapal Al-Qur’an ketimbang
anak-anak kami disini. Di Gaza tidak ada SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu)
seperti di tempat kalian yang menyebar seperti jamur di musim hujan. Disini anak-anak
belajar diantara puing-puing reruntuhan gedung yang hancur, yang tanahnya sudah
diratakan, diatasnya diberi beberapa helai daun kurma.
Ya, di tempat itu mereka belajar, saudaraku. Bunyi suara setoran hafalan
Al-Qur’an mereka
bergemuruh diantara bunyi-bunyi senapan tentara Israel. Ayat-ayat jihad paling
cepat mereka hafal, karena memang didepan mereka tafsirnya. Langsung mereka
rasakan.
Oh iya, kami harus berterima kasih kepada kalian semua, melihat solidaritas
yang kalian perlihatkan kepada masyarakat dunia. Kami menyaksikan aksi
demo-demo kalian disini. Subhanallah, kami sangat terhibur. Karena kalian juga
merasakan apa yang kami rasakan disini.
Memang banyak masyarakat dunia yang menangisi kami disini, termasuk kalian
yang di Indonesia. Namun, bukan tangisan kalian yang kami butuhkan, saudaraku.
Biarlah butiran air matamu adalah catatan bukti akhirat yang dicatat Allah
sebagai bukti ukhuwah kalian kepada kami. Doa-doa dan dana kalian telah kami
rasakan manfaatnya.
Oh iya, hari semakin larut, sebentar lagi adalah giliran saya menjaga
kantor, tugasku untuk menunggu jika ada telpon dan fax yang masuk. Insya Allah, nanti saya ingin sambung dengan surat yang lain lagi.
Salam untuk semua pejuang-pejuang Islam, ulama-ulama dan calon mujahidin mujahidin kalian.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--- Abdullah Al Ghaza ---
Seluruh isi surat ini telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Arab, yang dikirim oleh seseorang bernama Abdullah Al Ghaza yang Mengaku dari Gaza City-Jalur Gaza melalui surat elektronik (Email) dan artikel diterbitkan oleh Buletin Islami.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sekiranya ini bisa jadi cerminan untuk kita semua amin
ReplyDeleteYa Alloh...mengapa aku hanya bisa meneteskan air mata dan berdoa untuk mereka....
ReplyDelete